PENGARUH LATAR BELAKANG PENDIDIKAN TERHADAP KEMAMPUAN MENGAJAR GURU EKONOMI( Studi Pada SMA NEG 3 BUANO WAESALA)

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang

Peran Guru dalam proses kemajuan pendidikan sangatlah penting. Guru merupakan salah satu faktor utama bagi terciptanya generasi penerus bangsa yang berkualitas, tidak hanya dari sisi intelektulitas saja melainkan juga dari tata cara berperilaku dalam masyarakat. Oleh karena itu tugas yang diemban guru tidaklah mudah. Guru yang baik harus mengerti dan paham tentang hakekat sejati seorang guru.
Pengetian guru menurut Undang-undang nomor 14 Tahun 2005 yaitu Guru adalah pendidik profesional yang memiliki tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini melalui jalur formal pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Guru tidak pernah lepas dari yang namanya pendidikan, entah itu pendidikan formal, informal, maupun non-formal.
Menurut Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dengan adanya pendidikan diharapkan muncul generasi penerus bangsa yang berkualitas dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Peningkatan kualitas pendidikan akan berkaitan erat dengan peningkatan kompetensi profesional guru, dengan harapan semakin profesional seorang guru maka mutu pendidikan akan meningkat. Guru dituntut secara profesional untuk terus mengembangkan diri agar dapat mengikuti perkembangan yang cepat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru yang profesional adalah mereka yang secara konsisten memiliki kompetensi yang diperlukan untuk menyelesaikan tugasnya. Tugas seorang guru adalah sebagai pengajar dan pendidik. Sebagai pengajar guru bertugas untuk menuangkan sejumlah bahan pelajaran kepada anak didik mereka, sedangkan sebagai pendidik guru bertugas untuk membimbing dan membina anak didik agar menjadi manusia yang cakap, aktif, kreatif dan mandiri. Oleh karena itu tugas berat dari seorang guru pada dasarnya hanya dapat dilakukan oleh guru yang memiliki kompetensi profesional tinggi.
Kompetensi profesional merupakan salah satu kompetensi yang menjadi landasan seorang guru dalam menjalankan profesi mengajarnya, karena mengajar memerlukan sebuah kemampuan dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi proses pembelajaran, serta pemahaman akan landasan-landasan kependidikan. Seperti halnya guru mampu melaksanakan pembelajaran apabila mampu merencanakan, begitu juga guru dapat mengevaluasi apabila mampu menggunakan teknik evaluasi yang tepat. Hal tersebut dapat menjadi gambaran bahwa tinggi rendahnya kompetensi profesional sangat berpengaruh terhadap kinerja guru dalam melaksanakan tugas mengajarnya.
Kewajiban bagi guru untuk memiliki kompetensi profesional sebenarnya sudah jelas, mengingat hal ini sudah ada dalam Undang-undang Guru dan Dosen No.14 Tahun 2005 yaitu bahwa setiap guru wajib memiliki kompetensi dan salah satunya adalah kompetensi profesional. Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kompetensi profesional guru memang sudah dilaksanakan, seperti adanya penataran, pendidikan lanjutan melalui program beasiswa, dan uji sertifikasi guru. Akan tetapi beberapa upaya tersebut belum menjadikan jaminan terhadap peningkatan kompetensi profesional guru secara signifikan. Beberapa upaya tersebut perlu kiranya didukung oleh kesadaran dari diri guru itu sendiri untuk senantiasa berusaha meningkatkan kompetensi profesionalnya secara berkelanjutan.
Latar belakang pendidikan seorang guru akan mewarnai gaya dan kemampuan guru dalam proses pembelajaran. Di sini, semakin tinggi jenjang pendidikan seorang guru, akan semakin tinggi pula kemampuan dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Keberadaan UU Guru dan Dosen (UUGD) meniscayakan bahwa guru setidaknya harus mempunyai kualifikasi pendidikan Strata 1 (S1). Hal ini adalah standar minimal bagi guru dalam rangka mewujudkan kompetensi profesionalitas.
Setiap guru sebenarnya mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kompetensinya, karena kompetensi profesional tersebut dipengaruhi oleh faktor dari pribadi individu masing-masing guru. Salah satunya adalah memiliki kualifikasi akademis. Hal itu sejalan dengan yang diungkapkan oleh Martinis (2006: 2), guru profesional di samping mereka berkualifikasi akademis juga dituntut memiliki kompetensi, artinya memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya. 

Pada dasarnya terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi keber­hasilan pembelajaran di sekolah, antara lain : guru, siswa, sarana dan prasarana, lingkungan pendidikan, kurikulum. Dari beberapa faktor tersebut, guru dalam kegiatan proses pembelajaran di sekolah menem­pati kedudukan yang sangat penting Studi yang dilakukan Heyneman & Loxley pada tahun 1983 di 29 negara menemukan bahwa di antara berbagai masukan (input) yang menentukan mutu pendidikan (yang ditunjukkan oleh prestasi belajar siswa) sepertiganya ditentukan oleh guru. Peranan guru makin penting lagi di tengah keterbatasan sarana dan prasarana sebagaimana dialami oleh negara-negara sedang berkembang. Lengkapnya hasil studi di 16 negara sedang berkembang, adalah guru memberi kontribusi terhadap prestasi belajar sebesar 34%, sedangkan manajemen 22%, waktu belajar 18% dan sarana fisik 26% ( Dedi Supriadi, 1999: 178 ).
Dalam kegiatan belajar mengajar, guru memegang peranan yang cukup penting. selain menyampaikan pelajaran di depan kelas, guru juga harus menyiapkan dan mendesain bahan pelajaran, memberika tugas-tugas, menilai proses dan hasil belajar siswa, merencanakan kegiatan-kegiatan, dan menegakkan disiplin. Untuk itu diperlukan guru profesional dan kompeten dibidangnya. Profesi guru dalam banyak hal ditentukan oleh pendidikan yang diperoleh sebelum mengakar, pengalaman kerja dan kepribadiannya. Sedangkan masalah pendidikan dewasa ini adalah mengenai pengadaan guru mata pelajaran yang profesional, seperti di sekolah-sekolah menengah atas yang mana sebagian guru-gurunya tidak mengajar sesuai bidang studi yang telah dipelajarinya di perguruan tinggi.
Fenomena Guru SMA, dalam hal ini merupakan salah satu fenomena yang sangat menarik, berkaitan dengan problematika pendidikan. Tuntutan kompetensi yang semakin ketat, meniscayakan seorang Guru SMA mampu mengikuti arah tuntutan tersebut. Secara realitas, Guru di SMA banyak yang belum mampu memenuhi kualifikasi-kualifikasi standar tersebut.
Sama halnya juga pada SMA Negeri 3 Waesala, hanya terdapat satu guru mata pelajaran ekonomi yang mengajar semua kelas. Guru tersebut berlatar belakang pendidikannya adalah DIII. Untuk itu, dari hasil pengamatan dan wawancara dengan sala satu guru pada sekolah tersebut bahwa khusus pada jurusan Ips dan pada mata pelajaran ekonomi itu sendiri hasil ujian tengah semester maupun ujian akhir semester nilai siswa di bawah rata- rata sebagian kecil saja yang hasilnya memuaskan. belum lagi di buktikan juga dengan minat siswa yang memasuki perguruan  yang hampir setiap tahun sangat minim siswa yang lulusan dari sekolah tersebut  untuk memilih jurusan Ekonomi pada jenjang perguruan tinggi yang tersebar di kota ambon, Namun, di lain sisi dari hasil komunikasi dengan beberapa siswa yang lulusan dari seoklah tersebut mereka katakan bahwa senang dan suka dengan pemyampaian materi dan penguasaan materi dari guru bersangkutan dalam proses belajar mengajar di kelas berlangsung.  Dari sini maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dan  menganalisis mengenai “ Pengaruh Latar Belakang Pendidikan Terhadap Kemampuan Mengajar Guru Ekonomi ( Studi Pada Kelas X Ips SMA Negeri 3 Waesala)’’
1.2 Rumusan Masalah
                      Berdasarkan latar belakang yang telah di jelaskan di atas maka masalah pokok dalam penulisan adalah :
                      “ Apakah latar belakang pendidikan berpengaruh terhadap kemampuan mengajar guru ekonomi’’?
1.3  Tujuan Penelitian
                      Sesuai dengan masalah pokok yang ada, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
                      “ Untuk dapat mengetahui apakah ada  pengaruh latar belakang pendidikan terhadap kemampuan mengajar guru ekonomi”?
1.4  Manfaat Penelitian
          1.4.1  Manfaat Teoritis
a)         Dalam penelitian ini di harapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan konsep- konsep dan teori-teori terkait dengan kompetensi guru
b)        Dapat berguna bagi penulis dalam mengiplementasi ilmu pengetahuan yang didapat dari perguruan tinggi dan Sebagai bahan untuk penelitian selanjutnya
1.4.2  Manfaat Praktis
a)      Sebagai bahan informasi bagi pihak sekolah dalam proses meningkatkan mutu pendidikan
b)      dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi nyata untuk guru mata pelajaran Ekonomi khususnya dan guru bidang studi lain pada umumnya sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam meningkatkan kompetensi profesionalnya dalam mengajar.
                                                                           BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Latar Belakang Pendidikan
Pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan SDM. Pendidikan yang bermutu akan menghasilkan SDM yang berkualitas dan SDM yang berkualitas merupakan penentu tinggi rendahnya peradaban suatu bangsa. Tujuan pendidikan salah satunya adalah mengembangkan potensi peserta didik agar cakap dan terampil dalam suatu bidang pekerjaan. Pengembangan peserta didik ini tidak lepas dari peran pendidik, dalam hal ini adalah guru. Guru yang memiliki kompetensi yang memadai tentunya akan berpengaruh positif terhadap potensi peserta didik. Kompetensi seorang guru tidak lepas dari latar belakang pendidikanya.
Latar belakang pendidikan ini diartikan sebagai tingkat pendidikan yang telah ditempuh seseorang. Pendidikan dapat ditempuh melalui 2 jalur, yaitu pendidikan formal dan pendidikan non formal. Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I pasal 1 ayat 1 dijelaskan bahwa “Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi”. Sedangkan pendidikan non formal dijelaskan pada pasal 1 ayat 12, yaitu “Jalur pendidikan di luar pendidikan terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis”.
Latar belakang pendidikan seseorang sedikit banyak akan menentukan keberhasilannya dalam menjalankan tugas atau pekerjaan. Sesuai dengan pendapat Manullang (1994: 59), bahwa “Dalam menyeleksi dan menempatkan karyawan dalam suatu organisasi harus mempertimbangkan pendidikan calon karyawan bersangkutan, sehingga the right man on the right place akan lebih mendekati sasaran.  Dalam bekerja sering kali dianggap sebagai syarat yang penting untuk memegang jabatan tertentu karena tingkat pendidikan mencerminkan kecerdasan dan keterampilan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka besar kemungkinan semakin tinggi pula jabatan yang dipegang. Hal ini dikarenakan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi pula tingkat kompetensinya.
Pendidikan merupakan usaha sadar dan sistematis yang dilakukan oleh orang-orang yang diserahi tugas atau tanggung jawab untuk mempengaruhi anak didik agar tercapai tujuan yang diinginkan dalam pendidikan. Untuk mencapai tujuan yang dimaksud, setiap pendidik dalam hal ini adalah guru, dituntut untuk meningkatkan profesionalismenya. Profesionalisme menuntut keseriusan dan kompetensi yang memadai, seorang dianggap layak untuk melaksanakan tugasnya. Diperlukan orang-orang yang ahli dalam bidangnya, sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya agar setiap orang dapat berperan secara maksimal, termasuk guru sebagai sebuah profesi yang menuntut penguasaan kompetensinya. Menurut Sudarwan Darwin (2002: 30-31), “Seorang guru dikatakan profesional atau tidak, dapat dilihat dari dua perspektif. Pertama, latar belakang pendidikan dan kedua, penguasaan guru terhadap materi bahan ajar, mengelola pembelajaran, mengelola siswa, melakukan tugas bimbingan dan lain-lain”. Dilihat dari perspektif latar belakang, kemampuan guru di Indonesia masih sangat beragam, mulai dari yang tidak berkompetensi sampai yang berkompetensi. Masih menurut Sudarwan Darwin (2002: 34), mengutip pendapat Semiawan yang mengemukakan hierarki profesi tenaga kependidikan, yaitu:
1) Tenaga profesional, berkualifikasi sekurang- kurangnya S1 atau yang setara
2) Tenaga semi profesional, berkualifikasi D3 atau yang setara
3) Tenaga paraprofessional, berkualifikasi D2 ke bawah”.
Dahulunya pendidikan guru mayoritas lulusan SPG, KPG dan sebagainya. Mereka berwenang mengajar tingkat SD, sedangkan untuk SLTP adalah lulusan pendidikan guru SLTP (PGSLTP). Demikian pula untuk tingkat SLTA adalah guru yang memiliki ijasah setingkat Bachelor of Art/BA” (Isjoni, 2006: 97). Sejak tahun 1980-an mulai dikenal pendidikan D1, D2, D3 dan S1. Bagi lulusan D1 dan D2 berwenang mengajar di tingkat SLTP, sedangkan D3 dan S1 diberi kewenangan mengajar di SLTA.
Seiring dengan perkembangan zaman dan era globalisasi yang menuntut profesionalisme guru, maka semua guru diharapkan berpendidikan minimal S1. Semua guru yang belum S1 diharapkan untuk melanjutkan studi sampai S1. Hal ini dilakukan agar semakin tinggi tingkat kompetensinya. Seperti diungkapkan Oemar Hamalik (1991: 31), bahwa guru profesional adalah yang telah menempuh pendidikan sampai tingkat master dan berijasah. Guru dengan tingkat pendidikan tinggi tentu akan berbeda dengan guru yang berpendidikan rendah, baik dalam hal kompeensi maupun bersikap yang manakala dihadapkan pada suatu obyek. Jadi dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi pula tingkat kompetensisnya. Dalam hal latar belakang pendidikan, maksudnya guru harus memiliki latar belakang ilmu keguruan dan ilmu kependidikan. Ini artinya guru dengan latar belakang non kependidikan atau non keguruan tidak dapat disebut memiliki standar kompetensi guru.

2.1.2 Kemampuan Mengajar Guru

Istilah kompetensi berasal dari bahasa Inggris, yakni “competence means fitness or ability” yang berarti kemampuan atau kecakapan,. Depdikbud (1982:51) menyebutkan: kompetensi menunjuk kepada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan. Dalam hubungannya dengan tenaga professional kependi­dikan, kompetensi menunjuk kepada perbuatan yang bersifat rasional dan memenuhi spesifikasi tertentu di dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan. Menurut rumusan Pendidikan Guru Berdasarkan Kom­petensi ( PGBK ), kompetensi adalah kemampuan professional yang berhubungan dengan suatu jabatan tertentu, atau dalam hal ini kompe­tensi professional guru dan tenaga kependidikan lainnya (Depdikbud, 1982). Adapun kompetensi guru (teacher competency) menurut Barlow (1985:132) adalah ”the ability of teacher to responsibly perform his or her duties appropriately”. Artinya, kompetensi guru merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajibannya secara bertanggung jawab.
2.1.3 Komponen Komponen Kompetensi Guru
Perlu diketahui bahwa proses belajar dan hasil belajar para siswa bukan saja ditentukan oleh sekolah, pola, struktur dan isi kurikulimnya, namun sebagian besar ditentukan oleh kompetensi guru yang mengajar dan membimbing mereka. Guru yang kompeten dapat lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan menyenangkan. Hal ini dikemukakan oleh Oemar Hamalik (1991: 40) bahwa “Guru yang kompeten dapat lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif, menyenangkan dan dapat lebih mampu mengelola kelasnya sehingga hasil belajar para siswa berada pada tingkat optimal”.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dikaji bahwa dalam usaha pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan sistem lingkungan (kondisi) belajar yang lebih kondusif. Hal ini berkaitan dengan mengajar. Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar. Kalau belajar dikatakan milik siswa maka mengajar sebagai kegiatan guru.
Sistem belajar itu sendiri dipengaruhi oleh komponen-komponen yang akan saling mempengaruhi, misalnya; tujuan pembelajaran yang akan dicapai, materi yang ingin diajarkan guru dan siswa yang memainkan peran serta dalam hubungan sosial tertentu, jenis kegiatan yang dilakukan serta sarana dan prasarana dalam belajar. Dalam membimbing dan menyediakan kondisi yang kondusif itu sudah barang tentu guru tidakdapat mengabaikan faktor atau komponen-komponen yang lain dalam lingkungan proses belajar mengajar.
Mengajar bukan semata-mata menyampaikan kebudayaan kepada generasi baru dalam bentuk berbagai macam mata pelajaran atau agar para siswa menyerap bahwa pelajaran saja melainkan mereka harus pula memahaminya dan sedapatnya sanggup menggunakan dalam situasi-situasi lain yang senantiasa berubah. Selain itu berbagai akibat pengajaran hendaknya siswa terangsang untuk mengadakan penyelidikan dan memperluas pengetahuannya serta usaha-usaha sendiri tanpa paksaan. Seorang guru harus menguasai bahan pelajaran dan senantiasa memperlihatkan serta memperluasnya untuk mengikuti perkembangan-perkembangan baru. Guru hendaknya mengenal berbagai macam metode mengajar, mengetahui asas-asas didaktis mengajar dan sebagainya. Guru yang tidak mengenal masyarakat serta perkembangan pribadi anak, tidak akan dapat mendidik anak menjadi warga negara yang baik. Di samping semua yang telah disebutkan di atas seorang guru pun hendaknya mengenal lingkungan serta menyesuaikan berbagai macam metode mengajar dengan bahan yang dipelajari, dapat menciptakan berbagai alat peraga, kreatif memikirkan macam-macam kegiatan untuk mempertinggi efisiensi belajar.
Jadi guru dapat melaksanakan tugasnya, maka harus memiliki kemampuan dasar yang dipersyaratkan bagi guru. Kemampuan tersebut tercermin dalam kompetensi guruyang dikutip oleh seorang tokoh pendidikan,  A. Samana (1994: 61) yang mengemukakan 10 (sepuluh) kompetensi guru yaitu meliputi:
1)        Menguasai bahan
2)        Mengelola program belajar mengajar
3)        Mengelola kelas
4)        Menggunakan media atau sumber
5)        Menguasai landasan-landasan pendidikan
6)        Mengelola interaksi belajar mengajar
7)        Menilai prestasi siswa untuk kepentingan pengajaran
8)        Mengenal fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan
9)        Mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah
10)    Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pengajaran.
Standar kompetensi guru mata pelajaran berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru dapat penulis jabarkan sebagai berikut: 
1)        Kompetensi Pedagogik
2)        Kompetensi Kepribadian
3)        Kompetensi Sosial
4)        Kompetensi Profesional
Penguasaan terhadap bahan pelajaran tidak dapat ditinggalkan oleh seorang pengajar disamping melibatkan pribadi siswa dalam pengajaran. Menguasai bahan dalam hal ini meliputi: menguasai bahan bidang kurikulum sekolah dan menguasai bahan pengayaan atau penunjang bidang studi yang disampaikan. Agar dapat menyampaikan materi lebih mantap dan dinamis, guru juga harus menguasai bahan pelajaran lain yang dapat memberi pengayaan serta memperjelas dari bahan-bahan pelajaran lain yang dapat memberi pengayaan serta memperjelas bahan-bahan bidang studi yang dipegang guru yang bersangkutan. Dengan model penguasaan bahan, maka guru akan dapat menyampaikan materi pelajaran secara dinamis.
Hal ini sesuai dengan tuntutan bahwa guru harus kaya dengan gagasan. Penguasaan bahan pelajaran sangat berpengaruhterhadap hasil belajar siswa. Makin tinggi penguasaan bahan pelajaran oleh guru makin tinggi pula hasil belajar yang dicapai siswa. Demikian pula seorang guru harus mampu mengelola program belajar mengajar. Program belajar merupakan perencanaan menyeluruh dari suatu kegiatan pengajaran. Menurut A. Samana (1994: 62-63) perencanaan tersebut meliputi:
a)    Merumuskan tujuan instruksional/pembelajaran.
Tujuan pembelajaran atau tujuan instruksional merupakan pedoman atau petunjuk praktis tentang sejauh mana kegiatan belajar mengajar itu harusdibawa.
b)   Mengenal dan dapat menggunakan proses instruksional yang tepat.
Perlu dipersiapkan segala sesuatunya secara tertulis dalam suatu persiapan mengajar, yang sering disebut dengan istilah PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional). Misalnya: setelah merumuskan tujuan kemudian mengembangkan alat evaluasi, merumuskan kegiatan belajar mengajar sampai tahap pelaksanaan.
c)    Melaksanakan program belajar mengajar.
Penyelenggaraan proses belajar mengajar diawali dengan kegiatan pre test, menyampaikan materi pelajaran, mengadakan post test dan perbaikan.
d)   Mengenal kemampuan anak didik, berwawasan psikologis dan berwawasan situasional. Setiap anak didik memiliki perbedaan-perbedaan karakteristik tersendiri termasuk kemampuannya, oleh karena itu perlu adanya penanganan secara spesifik. Mengenal seberapa jauh siswa dapat dilibatkan dalam pengajaran serta mengenal kondisi sekolah dan lingkungannya.
e)    Merencanakan dan melaksanakan program remedial.
            Harapan seorang guru biasanya agar seluruh anak didik dapat berhasil dengan baik, namun kenyataannya sering tidak demikian, sehingga dalam menyusun program belajar perlu merencanakan dan melaksanakan program remedial. Dengan demikian tujuan belajar mengajar tidak lain sebagai pedoman bagi guru dalam melaksanakan tindakan belajar mengajar. Program belajar mengajar selanjutnya diwujudkan dalam bentuk pengajaran yang sebenarnya yakni penyelenggaraan proses belajar mengajar.
           Dalam melaksanakan proses belajar mengajar, kemampuan yang dituntut adalah keaktifan guru dalam menciptakan dan menumbuhkan kegiatan siswa belajar atau mampu mengelola kelas sesuai dengan rencana yang telah disusun dalam program belajar mengajar. Untuk memberi materi pelajaran dalam suatu kelas, guru dituntut mampu mengelola kelas berlangsungnya proses belajar mengajar.
Dalam hal itu kegiatan kelas akan menyangkut mengatur tata ruang kelas yang memadai untuk pengajaran, seperti: kelas harus selalu dalam keadaan bersih, bagaimana mengatur meja dan tempat duduk, menempatkan papan tulis, tempat meja guru, juga mengatur hiasan di dalam ruang kelas. Dengan demikian tata ruang kelas dapat diatur sedemikan rupa sehingga guru dan siswa dapat nyaman dan betah/kerasan belajar diruang tersebut. Sehingga akan tercipta suasana kelas yang nyaman untuk belajar.
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kompetensi Guru

Kompetensi guru dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dengan mengadopsi pendapat Sutermeister (1976:82) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kerja karyawan, maka kompetensi guru juga dipengaruhi oleh faktor diri atau faktor internal dan faktor situasional atau faktor eskternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari diri individu guru yang meliputi: latar belakang pendidikan, pengalaman mengajar, penataran dan pelatihan, etos kerja, dan sebagainya, sedangkan faktor situasional yang dapat mempengaruhi kompetensi guru meliputi: iklim dan kebijakan organisasi, lingkungan kerja, sarana dan prasarana, gaji, lingkungan sosial dan sebagainya. Faktor-faktor tersebut saling ber­interaksi dan mempengaruhi kompetensi guru dalam mengajar.
2.2. Kerangkah Berpikir
2.2.1 Hubungan antara latar belakang pendidikan dengan kemampuan mengajar
Latar belakang pendidikan seseorang sedikit banyak akan menentukan keberhasilannya dalam menjalankan tugas atau pekerjaan. Sesuai dengan pendapat Manullang (1994: 59), bahwa “Dalam menyeleksi dan menempatkan karyawan dalam suatu organisasi harus mempertimbangkan pendidikan calon karyawan bersangkutan, sehingga the right man on the right place akan lebih mendekati sasaran.  Dalam bekerja sering kali dianggap sebagai syarat yang penting untuk memegang jabatan tertentu karena tingkat pendidikan mencerminkan kecerdasan dan keterampilan seseorang Guru yang kompeten dapat lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif, menyenangkan dan dapat lebih mampu mengelola kelasnya sehingga hasil belajar para siswa berada pada tingkat optimal.
2.3.  Penelitian Terdahulu
Berdasarkan studi pustaka yang telah dilakukan, peneliti menemukan penelitian sejenis yang kemudian dijadikan sebagai acuan. Penelitian tersebut dilakukan Adinta Erlinayanti (2012) dengan judul “Pengaruh Latar Belakang Pendidikan, Pengalaman mengajar Dan Etos Kerja Guru Terhadap Kompetensi Profesional Guru Pkn Di Sma Negeri Di KabupatenMagelang”. Hasil Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa latar pendidikan , pengalaman mengajar dan etos kerja guru mempunyai pengaruh terhadap kompetensi profesional guru Pkn di SMA Hegeri di Magelang.
Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar, dan etos kerja guru terhadap kompetensi profesional guru PKn SMA Negeri di Kabupaten Magelang. ini berarti semakin tinggi latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar dan etos kerja guru maka semakin tinggi pula kompetensi profesionalnya dan sebaliknya semakin rendah latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar dan etos kerja guru  maka semakin rendah kompetensi profesionalnya. Selain itu dari hasil analisis regresi ganda ditemukan koefisien determinan (R sebesar 0.609 yang berarti bahwa sekitar 60.9% perubahan-perubahan pada variabel kompetensi profesional dapat dijelaskan oleh variabel latar belakang pendidikan guru, pengalaman mengajar, dan etos kerja guru secara bersama-sama. Sisanya sekitar 39.1% belum dapat dijelaskan karena berasal dari variabel lain yang tidak diperhitungkan dalam penelitian ini. Besarnya sumbangan efektif masing-masing variabel bebasnya sebagai berikut : variabel latar belakang pendidikan sebesar 18.42%, variabel pengalaman mengajar sebesar 21.19%, dan etos kerja sebesar 21.31%.

2.4.  Hipotesis
            Berdasarkan kajian teoritik dan kerangkah berpikir yang penulis telah jelaskan di atas maka penelitian “ Pengaruh latar belakang pendidikan terhadap kemampuan mengajar guru ekonomi ( studi pada kelas XI Ips SMA Negeri 3 Waesala). Penulis mengajukan hipotesis yaitu :
1.    Diduga variabel latar belakang pendidikan mempunyai pengaruh terhadap kemampuan mengajar guru Ekonomi di SMA  Negeri 3 Waesala
2.    Diduga latar belakang pendidikan dan kemampuan mengajar secara bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap kemampuan mengajar guru Ekonomi di SMA  Negeri 3 Waesala

           



BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan dipakai peneliti adalah jenis penelitian deskriptif kuantitatif, yakni penelitian yang didalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat, analisa, dan menginterprestasikan kondisi-kondisi yang sekarang ini terjadi atau ada.  Dengan kata lain bertujuan memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan saat ini, dan melihat kaitan antara variabel-variabel yang ada.
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, yaitu menekan pada data-data numerical (angka) yang di olah dengan metode statistika, sehingga akan diperoleh signifikansi hubungan antar variabel yang diteliti.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti hubungan sebab akibat (kausal) antara variabel bebas yaitu latar belakang pendidikan dan variabel terikat yaitu kemampuan mengajar guru Ekonomi pada kelas XI Ips SMA Negeri 3 Waesala
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Lamanya waktu yang direncanakan untuk melakukan penelitian diperkirakan akan berlangsung selama kurang lebih 1 bulan.
 Lokasi penelitian adalah tempat dimana peneliti melakukan kegiatan penelitian, dilakukan untuk memperoleh data atau informasi guna menjawab dan membahas masalah yang telah dirumuskan. Lokasi yang diambil untuk penelitian ini adalah pada Kelas XI Ips SMA Negeri 3 Waesala Kecamatan Huamual Belakang Kabupaten Seram Bagian Barat.

3.3 Subjek Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007:115). Obyek penelitian yang di ambil adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) yang berada di di Negeri Buano Utara Kecamatan Huamual Belakang Kabupaten seram Bagian Barat, sedangkan yang digunakan sebagai populasi adalah Guru Mengajar Ekonomi

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data skunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari lapangan yaitu dari tempat penelitian. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari menyebaar kuesioner pada guru Ekonomi SMA Neegri 3 Waesala
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan menyebar kuesioner kepada responden sesuai karakteristik yang telah ditentukan, angket tersebut berupa daftar pertanyaan tentang indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian ini. Skala pengukuran yang digunakan dalam menyusun kuesioner adalah skala Likert yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2007:93). Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan.
Jawaban setiap item instrument yang menggunakan skala ini mempunyai skor yaitu sebagai berikut:
Tabel 3.4 Skor Kuesioner
No.
Pernyataan
Skor
1
Sangat Tidak Setuju (STS)
1
2
Tidak Setuju (TS)
2
3
Netral (N)      
3
4
Setuju (S)
4
5
Sangat Setuju (SS)
5


3.5 Teknik Analisis Data
1.        Analisis Regresi Linear
Setelah penulis mengumpulkan data primer yang dihasilkan dari membagikan angket (kuesioner) kepada responden dan merekap atau mentabulasi hasil penilaian, kemudian penulis melakukan analisis dengan model persamaan regresi linier . secara simultan antara variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable).
dapat ditulis sebagai berikut:
Y = a + bX
Keterangan:
Y                                 = Kemampuan Mengajar
a                                  = koefisien regresi /  Nilai Konstanta
X                                 = Latar Belakang Pendidikan

2.        Koefisien Determinasi Berganda (R²)
Koefisien determinasi berganda digunakan untuk menjelaskan kemampuan model persamaan regresi berganda dalam menjelaskan pengaruh perubahan variabel terikat terhadap variabel bebas. Menurut Algifari (2002: 46), koefisien determinasi (R²) adalah satu dikurangi rasio antara besarnya nilai Y observasi dari garis regresi dengan besarnya deviasi nilai Y observasi dari rata-ratanya. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:
Σ(Y-Ŷ)
Σ(Y-Ŷ)²
 
 


R² =   1 –

Bila nilai R² semakin mendekati 1 atau 100 %, berarti semakin baik model regresinya dalam menjelaskan variabilitas variabel terikat.
3.        Pengujian Hepotesis
a.     Uji t
Uji t digunakan untuk mengetahui apakah pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat. Dalam pengujian ini t-hitung masing-masing variabel bebas dibandingkan dengan t-tabel pada taraf nyata atau tingkat kepercayaan (level of significance) yang digunakan sebesar 5% atau α = 0,05 dengan derajat kebebasan df = (n – k – 1).

t    =
 
bi
Sbi

 
Rumus uji t adalah sebagai berikut:
 


Keterangan:
bi         =          koefisien regresi masing-masing variabel bebas
Sbi       =          standart error dengan masing-masing koefisien
regresi
Bila thitung  < ttabel, maka Ho diterima dan H1 ditolak, sebaliknya Bila thitung  > ttabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima Atau dapat dicari berdasarkan profitabilitas. Jika probabilitas < 0,05 maka berpengaruh secara signifikan. Jika probabilitas > 0,05 maka tidak berpengaruh secara signifikan.



b.    Uji F
Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh secara bersama-sama variabel bebas terhadap variabel terikat. Dalam pengujian ini f-hitung masing-masing variabel bebas dibandingkan dengan f-tabel pada taraf nyata atau tingkat kepercayaan (level of significance) yang digunakan sebesar 5% atau α = 0,05 dengan derajat kebebasan df = (n – k – 1).
R² / k
(1 – R²) / N – K – 1
 
f =
 
Rumus uji F adalah sebagai berikut:


Keterangan:
R²      = koefisien determinasi
N       = Jumlah sampel
K       = Jumlah variabel bebas
Bila fhitung  < ftabel, maka Ho diterima dan H1 ditolak, sebaliknya
Bila fhitung  > ftabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima








Komentar

Postingan Populer